KONSEP DASAR PEMBIAYAAN PENDIDIKAN
Oleh : Aep sy Firdaus

A. Pendahuluan

Untuk membahas konsep dasar pembiayaan pendidikan, terlebih dahulu perlu adanya pemahaman dasar mengenai pentingnya pendidikan.

Pendidikan merupakan kegiatan yang khas manusiawi. Hanya manusia yang secara sadar melakukan usaha pendidikan untuk sesamanya. Pendidikan adalah kegiatan antar manusia, oleh manusia, dan untuk manusia. Hal ini memberikan pemahaman bahwa pendidikan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam kehidupan setiap individu, yang mempengaruhi fisiknya, mentalnya, emosionalnya, sosialnya, dan etiknya. Ringkasnya, pendidikan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam mempengaruhi seluruh aspek kepribadian dan kehidupan individu.

Apabila dihubungkan dengan keberadaan dan hakekat kehidupan manusia, kegiatan pendidikan diarahkan kepada empat aspek pembentukan kepribadian manusia (Dirjen Dikti-Materi Dasar Program Akta V: 1982 : 20-22), yaitu :
Pengembangan manusia sebagai makhluk individu; hal ini mengandung arti bahwa pendidikan memberi bantuan agar manusia mampu mandiri. Dengan kata lain, manusia perlu mengalami perkembangan dalam kawasan kognitif, afektif, dan psikomotor. Sebagai makhluk individu, manusia memerlukan pola tingkah laku yang tidak merupakan tindakan instinktif;
Pengembangan manusia sebagai makhluk sosial; hal ini didasarkan bahwa selain sebagai makhluk individu, manusia juga makhluk sosial. Manusia adalah makhluk yang senantiasa berinteraksi dengan sesamanya. Manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkannya secara seorang diri saja. Obyek sosial yang ditemukan di luar diri individu akan amat berpengaruh terhadap perkembangan individu tersebut. Dan melalui pendidikan dapat dikembangkan suatu keadaan yang seimbang antara perkembangan aspek individual dan aspek sosialnya;
Pengembangan manusia sebagai makhluk susila; Setiap masyarakat dan bangsa mempunyai norma-norma dan nilai-nilainya. Tidak dapat dibayangkan bagaimana jadinya, seandainya dalam kehidupan manusia tidak terdapat norma-norma dan nilai-nilai tersebut. Hanya manusialah yang dapat menghayati norma-norma dan nilai-nilai dalam kehidupannya, sehingga manusia dapat menetapkan tingkah laku mana yang baik dan bersifat susila atau sebaliknya. Melalui pendidikan dikembangkanlah manusia susila, dan yang mendukung norma, kaidah dan nilai-nilai susila yang dijunjung masyarakatnya; dan
Pengembangan manusia sebagai makhluk beragama; aspek kehidupan manusia dalam kaitan dengan Tuhannya, tentunya harus dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya. Semua ini tentunya hanya dapat diwujudkan melalui pendidikan.



Meskipun pendidikan merupakan fenomena dan usaha manusiawi yang pasti terselenggara di manapun manusia berada, namun fenomena dan usaha pendidikan itu tidak boleh dibiarkan sebagaimana adanya saja. Hal ini mengingat pendidikan memegang peranan sentral dalam perkembangan individu dan umat manusia secara keseluruhan dan dalam membudayakan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.

Dalam kaitan ini, maka usaha pendidikan perlu didasarkan atas pemikiran yang matang, baik pemikiran yang bersifat teoritis maupun yang mengarah kepada pertimbangan praktis dalam rangka mencapai hasil perkembangan dan pembudayaan manusia secara maksimal dan ekonomis.

Menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang harus dilakukan secara ekonomis, maka hal ini telah membawa pendidikan berkaitan dengan kegiatan produksi dan distribusi. Hal ini sebagaimana dikemukakan Elchanan Cohn (1979) bahwa pada intinya, ekonomi pendidikan berkaitan dengan;
Ø proses produksi pendidikan;
Ø distribusi pendidikan di kalangan individu dan kelompok yang bersaing; dan
Ø biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat atau individu untuk kegiatan pendidikan, dan jenis kegiatan apa yang dibutuhkan.

Dengan menempatkan pendidikan sebagai industri inilah, maka pendidikan secara ekonomi harus pula melihat sisi revenue (pendapatan) dan expenditure (pengeluaran).


B. Pembiayaan Pendidikan

Salah satu pertimbangan praktis ekonomis pada pendidikan tersebut adalah tentang pembiayaan. Pembiayaan merupakan salah satu komponen strategis dalam penyelenggaraan pendidikan, yang memberi dampak multidimensional terhadap input, proses, output dan outcomes pendidikan.

Pembiayaan pendidikan dalam proses perencanaan pendidikan adalah komponen esensial yang merupakan petunjuk bagi kelayakan atau feasibility suatu rancangan (Fakry Gaffar, 1987 : 62). Alasannya adalah, karena perwujudan rancangan itu akan tergantung kepada dasar dana yang dialokasikan.

Secara teoritis, konsep pembiayaan pendidikan mempunyai kesamaan dengan bidang lain, dimana lembaga pendidikan dipandang sebagai produsen jasa pendidikan yang menghasilkan keahlian, keterampilan, ilmu pengetahuan, karakter dan nilai-nilai yang dimiliki oleh seorang lulusannya.





Nanang Fattah (2000: 4) menyatakan bahwa transaktor ekonomi yang berhubungan dengan pendidikan dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu :
Golongan produsen; terdiri dari pendidik, pengelola pendidikan, badan/ lembaga pemerintah dan swasta, dan keluarga yang membantu mendidik anak-anak di rumah;
Golongan konsumen; terdiri dari keluarga atau orang tua siswa, siswa itu sendiri, dan masyarakat secara umum.

Sedangkan biaya pendidikan pendidikan menurut Elchanan Cohn (1979), meliputi biaya langsung (direct cost) dan biaya tak langsung (indirect cost).
Ø Kebanyakan biaya langsung (direct cost) berasal dari sistem persekolahan itu sendiri yang datang dari siswa atau keluarganya seperti: (1) biaya tambahan untuk ruangan, papan tulis, dan pakaian; (2) biaya transportasi/ angkutan sekolah; (3) biaya lainnya seperti buku-buku dan lain-lain. Cara untuk menghitung biaya langsung ini adalah dengan memperkirakan pendapatan yang hilang (earning forgone).
Ø Sedangkan biaya tak langsung (indirect cost) meliputi biaya kesempatan yang hilang, fokusnya pada : (1) pendapatan yang hilang oleh siswa karena sekolah; (2) pembebasan pajak yang secara umum dinikmati oleh lembaga nirlaba; dan (3) biaya yang berkenaan dengan penyusutan dan bunga bank.


C. Biaya Pendidikan sebagai Human Investment

Secara ekonomi setiap investasi yang ditanamkan, harus menghasilkan produk yang memiliki nilai tambah, sehingga dapat dikategorikan mempunyai keuntungan (benefit profit) yang dapat diukur dengan mudah.

Namun di dalam pendidikan walaupun secara ekonomi dipandang sebagai sebuah industri, tidak mudah untuk menghitung besarnya nilai keuntungan yang diberikannya. Hal ini lebih disebabkan karena selain dari sudut ekonomi, di sisi lain pendidikan juga dipandang sebagai sebuah misi sosial, yang keuntungannya terkadang baru dapat dihitung beberapa tahun kemudian. Keuntungan pendidikan tidak selalu dapat diukur dengan standar nilai ekonomi atau uang.

Dalam mengukur dampak pendidikan terhadap keuntungan ekonomi atau produktivitas seseorang, diperlukan asumsi-asumsi. Asumsi-asumsi bahwa produktivitas seseorang dianggap merupakan fungsi dari keahlian dan keterampilan yang diperoleh dari pendidikan. Ukuran hasil pendidikan kita gabungkan dengan data biaya pendidikan dapat menjadi ukuran efisiensi eksternal. Ada empat kategori yang dapat dijadikan indikator dalam menentukan tingkat keberhasilan pendidikan , yaitu :
dapat tidaknya seseorang lulusan melanjutkan ke pendidikan yang lebih tingi;
dapat tidaknya memperoleh pekerjaan;
besarnya penghasilan (gaji) yang diterima; dan
sikap perilaku dalam konteks sosial, budaya, dan politik (Nanang Fattah, 2000: 28)

Elchanan Cohn (1979: 14) merinci, bahwa pada dasarnya menelusuri “investment in human capital” dapat dipandang sebagai unsur “kemakmuran” (wealth) yang dapat diidentikan dengan “material capital”. Dalam dimensi ekonomi, pendidikan dipandang sebagai “human capital” dalam pengertian bahwa pendidikan menyediakan tenaga-tenaga terdidik dan terlatih, yang mempunyai skill. Karena investmen pengetahuan dan skill, merupakan investmen yang kritis dalam menentukan “rate of economic growth”.

Manusia sebagai pelaku ekonomi, dipandang sebagai unsur yang sangat menentukan dalam pertumbuhannya. Dalam perkembangan selanjutnya, pengetahuan dan skill yang dimiliki oleh manusia, akan sangat menentukan rate of economic growth.

Dalam konteks yang sama, M. Fakry Gaffar (2003) mengemukakan bahwa manfaat pendidikan antara lain:
Ø Human growth & development; yang dimaksudkan agar terjadi efisiensi, seimbang dan optimal;
Ø Meningkatnya kemampuan intelegensianya, kognitifnya, emosinya, value, unsur-unsur kepribadian lainnya yang merupakan kelengkapan manusia untuk tumbuh berkembang secara seimbang dan terpadu, sehingga mencapai pertumbuhan matang; dan
Ø Growth psycology, tingkat kematangan yang disebut dewasa/ kaffah

Dan untuk bisa menyediakan, menyelenggarakan pendidikan itu maka harus ada investment (modal) atau dengan kata lain harus dibiayai.

Dengan uraian tersebut, maka secara khusus dapat diambil suatu gambaran bahwa keberhasilan pendidikan akan dapat memberikan andil terhadap pertumbuhan ekonomi. Demikian juga halnya bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi akan dapat memberikan konstribusi terhadap kemajuan pendidikan. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Idealnya memang terjadi keseimbangan antara pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dengan pendidikan. Faktor-faktor dominan yang menumbuhkan ekonomi, adalah manusia. Makin tinggi kualitas manusia (yang dihasilkan melalui pendidikan), maka makin tingi pula pertumbuhan ekonomi secara kualitas ataupun kuantitas. Demikian juga halnya semakin tingi tingkat pertumbuhan ekonomi, maka akan semakin besar terhadap kontribusi pembiayaan pendidikan. Sehingga siklus seperti digambarkan di atas, selalu terjadi secara berkelanjutan tanpa henti.










D. Pajak sebagai Revenue Pendidikan

Revenue (sumber dana) pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam pembiayaan pendidikan. Sebagaimana telah dikemukakan diatas, bahwa aliran dana akan sangat mempengaruhi rancangan/ perencanaan pendidikan.

Di berbagai negara, pajak telah dijadikan sebagai revenue utama dalam upaya pencapaian sasaran-sasaran nasional termasuk di dalamnya pendidikan. Pendekatan yang dilakukan didasarkan kepada keadilan dan efisiensi dalam mengumpulkan/ mendapatkan pajak.

Richard M Bird (2003). Menjelaskan bahwa kebijakan pajak dibuat dengan memenuhi kriteria eksternal yaitu:
Ø Pertumbuhan ( Growth ). Tujuan pertumbuhan untuk kebijakan pajak ialah untuk menyediakan sumber-sumber yang diperlukan untuk formasi permodalan sektor publik dan pertumbuhan penting lainnya yang berhubungan dengan pengeluaran;
Ø Distribusi (Distribution). Kelonggaran pajak terhadap investasi mungkin meningkatkan angka pertumbuhan dalam keadaan-keadaan tertentu tetapi juga pada peningkatan biaya atau ongkos yang tidak setara dengan kekayaan dan pendapatan yang didistribusikan.
Ø Stabilisasi (Stabilization). Karakteristik dari sistem pajak banyak relevan pada tujuan-tujuan tingkat harga dan keseimbangan dari stabilitas pembayaran adalah merupakan “elastisitas” dengan kaitannya pada perubahan-perubahan pada tingkat pendapatan, oleh karenanya ketika ada perluasan yang dihasilkan oleh pajak meningkat maka pendapatan nasional juga meningkat.

Sedangkan yang termasuk Internal Criterion ( Kriteria Internal ). Diantaranya : Keadilan ( Equity), di mana posisi orang harus diperhatikan dalam merancang sebuah sistem perpajakan. Kriteria lainnya yang harus diperhatikan ketika merancang sistem perpajakan ialah kecukupan pendapatan, stabilitas pendapatan, kesederhanaan, keberagaman dari sumber-sumber pendapatan, keadaan ekonomi, kenetralan, kesadaran pajak dan sebagainya. Disisi lain untuk melakukan reformasi perpajakan diperlukan spesifikasi dari kerangka kebijakan yang sesuai dan implemantasi sistem pajak yang paling baik untuk sebuah negara.

Ada tiga pendekatan yang harus dikembangkan dalam konteks reformasi perpajakan dinegara-negara yag sedang berkembang , yaitu diantaranya;
Ø Pendekatan Etika (etical approach); ditujukan untuk teori-teori normatif yang mendasari etika dianggap untuk menjadi kekuatan dan daya meyakinkan yang diinginkan.
Ø Pendekatan Akseptabilitas (Acceptability Approach); Pendekatan ini ditekankan pada pentingnya menghasilkan proposal kebijakan yang dapat diterima. Pendekatan ini memerlukan penasehat tekhnis yang bisa menerima nilai-nilai dari kliennya.
Ø Pendekatan Positivistik ( Positivistic Approach ). Argumen-argumen dari bantuan tekhnis yang efektif dalam bidang perpajakan harus disesuaikan dengan kebijakan pemerintah yang benar-benar objektif.
Sementara pada dimensi politik, reformasi Pajak, harus meliputi :
Ø Political Will, keinginan pemerintah membuat keputusan
Ø Ability, kemampuan untuk melaksanakannya

Yang paling penting dalam melakukan reformasi pajak adalah dengan menghubungkan secara jelas antara pengeluaran dan penerimaan. Prinsipnya adalah meningkatkan pajak dalam hubungannya dengan keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari pengeluaran pemerintah yang dibiayai dari pajak.

Agar mencapai hasil maksimal, sistem pajak berdasarkan keuntungan harus mendapat dukungan politik yang baik dan diadministrasikan secara tepat.

Untuk mereformasi hubungan fiskal antar pemerintahan serta pembiayaannya. Hal itu dapat dilakukan dengan memperhatikan beberapa prinsip dasar yakni;
Ø Transparansi; pembiayaan antara pemerintahan harus dalam sistem yang terbuka dan transparan, guna menghindari mis-informasi.
Ø Stabilitas; peraturan dan lembaga yang ada harus tetap stabil sepanjang waktu.
Ø Fleksibelitas; pada saat yang sama pertauran-peraturan dan institusi-institusi tersebut harus fleksibel dalam merespon perubahan eksternal.
Ø Inkrementalisme; mengembangkan dan meningkatkan apa yang sudah ada berdasar realitas histories dan institusional.


Daftar Pustaka antara lain :
1. Cohn, Elchanan. (1979). The Economic of Education Revised Edition. Cambridge: Ballinger Publishing Company
2. Dirjen Dikti. (1983). Materi Dasar Pendidikan Program Akta Mengajar V. Jakarta: Proyek Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi
3. Nanang Fattah (2000). Ekonomi & Pembiayaan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya
4. Fakry, Gaffar (1979). Perencanaan Pendidikan Teori dan Metodologi. Jakarta: PPLPTK. Dikti
5. Fakry, Gaffar (2000). Pembiayaan Pendidikan Permasalahan dan Kebijaksanaan Dalam Perspektif Reformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia IV
6. Henry Levin (2003). Financing Recurrent Education Strategies for Increasing Employment, Job Opportunities and Productivity