Hikmah Dibalik Kesejarahan Ibadah Haji

KHUTBAH JUM’AT
Di MASJID MIFTAHUL ULUM BDK BANDUNG
TANGGAL 19 DESEMBER 2008
OLEH : AEP SY FIRDAUS
KHUTBAH I

Saudara-saudara Kaum Muslimin Jamaah Jum’at yang berbahagia.
Sejak minggu ini jamaah haji Indonesia yang berjumlah sekitar 200 ribu lebih jamaah sudah mulai tiba kembali di tanah air, setelah selesai melaksanakan rangkaian ritual ibadah haji di tanah suci. Jemaah sebanyak 200 ribu orang lebih, suatu jumlah yang cukup besar dan insya Alloh akan memiliki gema sosial yang amat besar, manakala mereka pulang ke tanah air dengan mendapat anugerah Alloh menjadi haji yang mabrur.

Tidak ada ganjaran lain bagi haji yang mabrur kecuali surga
Begitu dinyatakan Rasul dalam salah satu haditsnya. Hal itu tidak lain lantaran haji yang mabrur adalah orang yang mampu menampilkan Islam, bukan hanya dalam dimensi hubungan dengan Alloh saja, namun juga mampu menampilkan dimensi hubungan sesama manusia. Tidak terbayangkan betapa indahnya suasana kehidupan sosial kita, manakala posisi-posisi strategis dalam kehidupan sosial dipegang oleh manusia-manusia yang mabrur ibadah hajinya. Oleh sebab itu sepantasnyalah setiap ummat Islam mendoakan saudaranya yang sudah beribadah haji tersebut supaya mereka jadi haji yang mabrur, amien ya robbal ‘alamien.



Saudara-saudara Jamaah Jum’at. Rohimakumulloh
Sedikitnya ada 2 hal yang menarik untuk kita ambil hikmahnya dari peristiwa kesejarahan ibadah haji tersebut.
Hikmah Pertama adalah Proses pencarian Tuhan oleh Ibrahim sebelum menjadi Rosul.
Kita melihat bahwa Ibrahim as, adalah prototipe manusia mukmin yang keimanannya dibangun atas dasar pencarian yang dilakukan sejak usia dini. Ketika beliau masih kanak-kanak, beliau hidup ditengah masyarakat penyembah berhala di suatu negeri yang disebut Caldea. Namun walaupun demikian, Ibrahim kecil tidak terbawa arus untuk melakukan penyembahan kepada berhala-berhala, tetapi malah sebaliknya beliau terus menerus mencari Tuhan lewat fenomena alam, yaitu matahari, bintang dan rembulan dan pada akhirnya menemukan Alloh sebagai Tuhannya
Dengan demikian, keimanan beliau tidak disandarkan kepada semata-mata dogma yang dibangun atas kepercayaan buta, tetapi keimanan Ibrahim didasarkan kepada argumen-argumen rasional. Bahkan setelah itu beliau pun datang kepada Bapaknya dan kaumnya untuk berkata : Apakah yang kamu sembah itu ? Apakah kamu menghendaki tuhan selain Alloh dengan jalan berbohong ? Hal ini dilukiskan dalam al-Qur’an surat Asy-Syaffat ayat 85-86 yakni
Kaum muslimin jamaah Jum’at yang dimuliakan Alloh.
Hikmat Kedua adalah Tauladan dari Keluarga Ibrahim.
Ada tiga sosok pribadi dalam keluarga Ibrahim
Sosok pertama dalam keluarga ini adalah Ibrahim sebagai Bapak, sebagai kepala keluarga yang demokratis yang senantiasa berjuang pantang menyerah dalam menjalani kehidupannya.
Sebagai seorang Bapak, ia senantiasa mendiskusikan permasalahan yang dihadapi dengan istri dan anaknya, termasuk saat beliau menerima perintah untuk menyembelih Ismail putranya. Sebagai seorang suami, Ibrahim as berani menempuh liku-liku hidup yang garang dan kejam, pergi bolak-balik antara Palestina dan Mekkah, pada jaman yang mencapainya harus dengan jalan kaki atau sekedar naik binatang. Hal ini dilakukan untuk mendidik istri dan anaknya Isma’il yang tinggal di Mekkah, dalam keadaan beliau sendiri masih punya kewajiban da’wah pada masyarakat dan keluarga di Palestina.

Sosok kedua dalam keluarga ini adalah Siti Hajar, sebagai seorang istri ia berani dan rela ditinggalkan suami yang sedang melaksanakan da’wah menyebarkan nilai kebenaran dari Alloh SWT. Siti Hajar adalah seorang ibu yang penuh dengan kasih sayang merawat Isma’il, padahal suaminya Ibrahim sedang tidak ada disampingya. Bahkan berkat kasih sayang yang dimilikinya sebagai seorang ibu, Siti Hajar dengan usaha yang tak kenal putus asa lari kesana kemari antara bukit Shafa dan Marwa hanya untuk mencari setetes air, karena melihat anaknya Isma’il kehausan. Inilah pesan moral yang terkandung dalam pelaksanaan sa’i.
Sa’i memberikan makna berpantang mati. Hidup harus dihadapi dengan usaha untuk menghalau segala rintangan, tentunya dengan kesabaran, keuletan dan ketaqwaan kepada Alloh SWT. Sebagaimana firman Alloh dalam al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 45:

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya hal itu amat berat kecuali bagi orang-orang yang khusu
Sikap optimis dan tawakal yang tercermin dalam amaliyah sa’i sangat penting dalam kehidupan seorang muslim. Disini kita menangkap, bahwa kesungguhan yang dilakukan Siti Hajar dalam mencari air sebagai “nyawa kehidupan”, yang pada akhirnya Alloh pun memberikan karunia air zam-zam yang sampai saat ini masih dapat dinikmati oleh kaum muslimin seluruh dunia, membuatnya harus melakukan sa’i tujuh kali. Hal ini memberikan arti bahwa hari-hari yang berjumlah tujuh setiap pekan, selayaknya dipenuhi dengan usaha yang sungguh-sungguh.

Selanjutnya sebagai seorang ibu, Siti Hajar pun rela saat melepaskan si buah hati Isma’il, menjadi martir tonggak sejarah peradaban manusia, untuk dikorbankan lantaran memenuhi panggilan Alloh. Suatu perasaan ikhlas seorang ibu, yang didasarkan kepada nilai-nilai ketuhanan, telah mengalahkan perasaan dan sifat manusiawinya.

Sosok ketiga dalam keluarga ini adalah Ismail. Ismail sebagai seorang pemuda yang masih belia, berani mengorbankan dirinya sendiri untuk memenuhi perintah Alloh dengan segala kesungguhan, ketekunan dan kesabaran, pada saat sepertinya ayahnya sendiri ragu untuk mengerjakannya. Beliau sebagai seorang anak, sebagi seorang pemuda malah memberi semangat kepada ayahnya untuk tidak ragu melaksanakan perintah Alloh untuk menyembelih dirinya.

Saudara-saudara jamaah Jum’at rohimakumulloh
Keberhasilan kehidupan keluarga Ibrahim as tersebut, kalau kita tilik lebih jauh, jelas lantaran adanya kesejalanan ide dan pikiran antara Bapak, Ibu dan Anak.
Dalam hal ini sejarah telah membuktikan, seorang nabi sekalipun manakala da’wahnya tidak didukung oleh istri dan atau anak-anaknya, ternyata menemui kegagalan. Contoh yang paling dikenal adalah Nabih Nuh as dan Nabi Luth as.
Ini membuktikan kepada kita bahwa keberhasilan pendidikan dalam keluarga dan da’wah di masyarakat tidak dapat dilepaskan dari kesatuan ide dan pikiran tiga komponen keluarga yakni Bapak, Ibu dan anak.
Keadaan inilah yang antara lain menjadikan Ibrahim dan keluarganya diabadikan oleh Alloh SWT, jadi prototipe pribadi dan keluarga yang berbarkah sehingga kita ummat Islam pada tiap-tiap sholat membaca do’a shalawat supaya Muhammad saw dan keluarganya diberkati Alloh sebagaimana berkah yang telah diberikan Alloh kepada Ibrahim dan keluarganya.
:
Apakah si anak celaka atau bahagia, ibu bapaknyalah yang harus mempersiapkan sebelum kelahiran anak. Dalam hadits lain bahkan lebih ditegaskan lagi bahwa kebahagiaan hari depan anak-anak kita amat tergantung pada langkah-langkah pendidikan ibunya :
Surga itu berada pada langkah-langkah bimbingan ibunya.

Dan dalam tatanan makro, adalah merupakan kewajiban moril bagi kita semua untuk mendorong para pembuat keputusan supaya rumah-rumah tangga ummat Islam generasi yang akan datang terlindungi, terpelihara dan dapat mengembangkan keimanan dan keislaman dalam rumah tangga mereka, sehingga tercapai tujuan rumah tangga sebagaimana difirmankan dalam al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 21:

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

KHUTBAH II
Kaum Muslimin jamaah Jum’at yang dimuliakan Alloh
Kita semua tentunya berharap supaya hidup sakinah, tentram, terjaga dalam keyakinan beragama, disirami cinta kasih dan kasih sayang yang tidak hanya terbatas kepada kehidupan dunia, namun menembus ke alam akhirat kelak.
Untuk itulah ada satu do’a yang sangat indah dalam al-Qur’an yang sebaiknya selalu dibaca oleh keluarga-keluarga muslim :


Ya Alloh, jadikanlah istri kami dan anak-anak kami menjadi buah hati kami. Dan jadikalnlah sebagai suri tauladan bagi orang-orang yang bertaqwa.

Kaum muslimin rohimakumulloh
Sebagai orang awam kebanyakan, mari kita munajat kepada Allow SWT:


Allohumma ya Alloh
Kami datang ke tempat ini, semata-mata memenuhi panggilan-Mu untuk memohon rohmat dan berkah-Mu, untuk memohon ampunan dan cinta kasih-Mu
Ya Alloh ya rohman ya rohim, ampunilah dosa Ibu bapak kami, ampunilah dosa guru-guru kami. Kami jadikan saksi sepantasnya mereka mendapat ampunan-Mu, lantaran mereka telah mengorbankan segala-galanya dalam mengantarkan kami kepada keislaman ini ya Alloh.
Ya Robbana. Berilah hidayah dan taufiq pada pimpinan dan masyarakat kami, bila mereka lemah kuatkanlah, bila mereka keliru luruskanlah, bila mereka lupa ingatkanlah, bila mereka dholim kepada kami ingatkanlah, ya Alloh
Allohummah Robbana. Cucurkanlah rohmat dan berkah kepada anak cucu kami dan ciptakanlah keluarga kami, agar mampu memiliki nilai-nilai Ilahiyah dalam hidupnya, agar tidak tergoda semaraknya nafsu, agar tidak tergiur cumbu rayu syaithan, dan agar hidupnya bahagia di dunia akhirat.

Ya Alloh, jadikanlah Aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doa kami.